Wednesday, July 13, 2016

What Would I Do If There Were No Such Thing as Social Media?


What would I do if there were no such thing as social media? Well, that question was bothered my head extremely for the last couple days. 

This story started a couple days ago. I've been on my smartphone a lot to check my social media. I used mostly on facebook, instagram, letterboxd (moviegoer's social media), and twitter respectively plus instant-messaging app like bbm and whatsapp. And it didn't count by my browser to read news. I've been there until there's no more to swipe or scroll and there's no more status and news to read. I opened again my social media on and on. Then I realized, damn, I've been on social media for hours! I spent my time too much on them.

In short: What if facebook and the gangs had never been invented. Well, I'm not saying social media and internet are bad. They have many advantages though. It just depend on us how to use it properly. But it just brought me to the curiosity. I answered that question to myself; maybe I would read books or watch movies a lot if there were no such thing as social media. I mean, we're not gonna die, right. Perhaps for some people do not see social media for at least a minute or an hour, it's like a little part of their body has gone.

After all contemplation above, I thought maybe someday I would try to deactivate all my social media for long and do other useful things. I don't know maybe a day, a week, or a month. But it's kinda hard to blacklist them so that I could do something else like volunteerism activity or reciting the holy book. Nonetheless, this is kinda challenging.

Someday.

=====

*Edited (24/07/2016)
Btw, a couple days ago, I just deactivated all my social media for only 5 days (yeah I know it's really short time). So, here are 3 things I learned by being inactive from social media.
1. I could minimize the cost since I didn't have to buy credit.
2. I couldn't see my friends' activities since I wasn't on social media to see what my friends were up to.
3. I realized that how positive my days could be, since I did more useful activities.

Tuesday, June 7, 2016

What They Don't Talk About When They Talk About Beach

Ujung Pandaran Beach
Sampit, East Kotawaringin Regency


Note: the bold words are the things that impressed me the most.

It's our second trip from the last year's blue lake. Me and my 10 homies went to Ujung Pandaran Beach. It is located in Sampit, East Kotawaringin Regency, Central Borneo. This beach is directly bordered with Java Sea. It took about 7-hour trip by motorcycle from Palangka Raya.

We took a tour at 6 in the morning, Thanks God, the weather was friendly. The trip was quite exhausted cause the long way we through. But as we arrived at beach village, it's just so fresh when we saw the line of palm trees around roadside. We considered to not turn off to the tourism complex, so we just took apart the area only for us.

At arrival, we re-planned to not make camp, so we just planned to sleep shaded by the sky while we're hoping it would not be raining. Unhappily, there were so many garbages there. At night, we cooked rice and noodle with old-fashioned way as we also did in the tomorrow morning. If you cannot cook as like boy scout or forest survival did, don't worry there are so many food-stands there.

Night's adventure was just not merely finished in dinner and war with mosquitoes. We continued our night's adventure by walking on the sea. Yes, walking on the sea. The water ebbed at the night so we could easily find shrimps, fish, and other ocean stuffs. Then, when we got off to sleep, it's just so amazing accompanied by a sea of stars in the sky. Here's the tip if you wanna sleep at the beach: bring plenty mosquito-repellent-lotion. Thanks me later as you try the tip.

Dawn came up. We were welcomed by wonderful sunrise. It's very beautiful, if you wanna imagine, the color seemed like the combination of violet-orange-blue. The sunrise was more beautiful than the sunset. It caused the sunset was risen from the sea angle, so it combined with the reflection from the sea water. In the morning, it's swimming time. The sand was quite white and soft. Meanwhile, the sea water was quite blue and so salty. We found many big woods around carried by waves ashore as we used for playing fake-boat and laid down on them doing sunbath.

So, what they don't talk about when they talk about beach. It's up there.

Tuesday, October 20, 2015

2015's Smoke Haze: What Really Grinds Our Gears

Rasanya saya tidak bisa menahan untuk tidak menulis ini. Kabut asap. Well, seperti yang kalian ketahui di pulau Sumatera dan Kalimantan sekarang tengah mengalami sebuah “bencana” bernama kabut asap. Sebenarnya kabut asap bukan barang baru di Indonesia, kabut asap memang sudah menjadi hal musiman di negeri pertiwi ini setiap tahunnya. Tapi tahun 2015, bisa dibilang sebagai kabut asap paling buruk beberapa tahun belakangan atau bahkan di sepanjang sejarah Indonesia.

Tahun ini, kabut asap mulai terasa dari pertengahan bulan Agustus kalo nggak salah. Ada banyak pendapat tentang penyebab kabut asap. Ada yang bilang ini karena panas suhu bumi yang semakin panas sehingga hutan kebakar sendiri, that's bullshit. Ada yang bilang ini ulah para perusahaan-perusahaan dan petani yang membuka lahan dengan cara melakukan pembakaran, that’s true. Well, tapi entah kenapa saya malah berpikir ini semacam sebuah “bencana” yang terorganisir dan terstruktur, maksud saya semacam ada orang mengatur ini.

Bagi elu elu semua para pembakar hutan yang mungkin secara kebetulan ngebaca post ini, kali aja baca blog saya, bahwa yang kalian lakukan itu sangatlah berbahaya dan mengganggu banyak sektor. Saya sebagai warga Indonesia yang tinggal di Palangka Raya, sebagai warga yang merasakan langsung efek kabut asap cuma mau nge-share apa yang sedang kami rasakan sekarang. So without further ado, what really grinds our gears?*

1. Mengganggu kesehatan
Well, udah banyaklah artikel di luar sana yang ngebahas dampak buruk kabut asap bagi kesehatan yang mengakibatkan terjangkit penyakit. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), sesak napas, pneumonia, iritasi mata, dan sebangsanya. Udahlah banyak berita yang mengabarkan jumlah pasien di rumah sakit tiap hari meningkat karena kabut asap, bahkan menimbulkan kematian. Indeks standar pencemar udara (ISPU) kian hari getting worse and worse. Pencegahan awal ya cuma bisa pakai masker atau ngga diam dalam rumah sambil berharap ini asap hilang sendiri nunggu hujan atau ngga sambil nunggu langkah konkrit pemerintah. Oh iya mau cerita sedikit, suatu hari beberapa hari yang lalu di Palangka Raya berasa kaya turun salju lo, which is itu abu-abu asap yang melalang buana di langitan dan jatuh ke permukaan bumi. Yang secara tidak sadar itu para abu-abu asap jatuh dan nempel di jajanan makanan dan minuman yang secara tidak sadar juga kita beli terus masuk ke dalam perut.

2. Roda perekonomian terganggu 
Dengan orang paham bahwa kabut asap berbahaya bagi kesehatan maka orang-orang pun malas ke luar rumah, sehingga orang-orang yang kerja pun menggunakan jam kerja yang lebih sedikit yang artinya berimbas pada perputaran roda perekonomian daerah. Kecuali mungkin satu-satunya penggiat ekonomi yang senang dengan kehadiran kabut asap adalah para penjual masker. Sektor pariwisata terhambat, yap bandar udara tidak beroperasi. Belum lagi dari hal-hal seperti pertanian warga rusak layu hingga terkait mobil pemadam kebakaran.

3. Rawan kecelakaan
Jarak pandang karena kabut asap rata-rata hanya 30-100 meter, yang kelihatan cuma lampu dari kejauhan. So that’s why kalo berkendara di tengah kabut asap gini rawan kecelakaan. Belum lagi ditambah beberapa lampu rambu lalu lintas yang tidak beroperasi karena kebanyakannya menggunakan tenaga surya, yap bahkan sinar matahari pun tak kuasa menembus tebalnya kabut asap. Ditambah lagi terganggu dengan abu-abu asap kena mata bikin mata jadi pedas dan perih. Rasanya itu mungkin kalo kalian pernah ngiris bawang atau cabe terus pasti ada rasa perih di mata gitu kan, nah kurang lebih kaya gitu tuh rasanya atau bahkan maybe lebih buruk dari itu.

4. Pendidikan terganggu
Dengan adanya kabut asap, hampir seluruh jenjang pendidikan sekolah mulai dari TK hingga SMA meliburkan siswanya sampai tenggat waktu tertentu. Kalau pun tidak diliburkan pasti dengan modifikasi jadwal. Yang ironisnya sekolah meliburkan sekolah diharapkan agar siswa terhindar dari asap, eh malah justru anak-anak bermain di luar. Yang ironisnya lagi, para guru memberikan tugas kepada siswa agar siswa tidak ketinggalan pelajaran, dan ini malah membuat siswa kebingungan dalam mengerjakan tugas karena tanpa ada penjelasan.

Yah seenggaknya empat poin di ataslah yang paling kerasa mengganggu banget dengan adanya “bencana” kabut asap ini, dan itu belum mengungkit masalah-masalah seperti para fauna dan flora yang ekosistemnya terganggu hingga negara tetangga terkena efek kiriman kabut asap Indonesia yang akhirnya image negeri ini jadi buruk. Hopefully semoga tahun depan dan seterusnya “bencana” seperti ini ngga akan terulang lagi, pemerintah harusnya evaluasi terkait ini. Setidaknya dengan cara inilah saya membantu mengurangi kabut asap, dengan membuat post yang mungkin akan dibaca oleh para pembakar hutan sehingga mereka taubat atau dibaca oleh pemerintah daerah serta pusat, para ahli lingkungan sehingga mereka bisa duduk sama-sama memikirkan tindakan, kebijakan, dan solusi yang tepat. Peace out! #MelawanAsap

*What really grinds my gears adalah sebuah kalimat idiom yang maksudnya menunjukkan hal atau sesuatu yang menyebalkan atau tidak menyenangkan

Monday, June 15, 2015

This Is Out of the Blue

Kasongan's Blue Lake
Katingan Regency


Well, a couple days ago, me and my homies went to Blue Lake (Danau Biru), it is located at Kasongan, Katingan Regency, Central Borneo Province. I assumed it's untouchable from public yet. It took a 2-hour trip by motorcycle from the province's capital city. The street was flawless. We took a tour at the afternoon about 2 pm and it came rain.

After we arrived at the spot, we just literally built up our wonderful camp. Yes, a camp. We considered to take it as a 1-day-1-night tour. We made bonfire. How about the meal? We ate as like as a survival or a boy scout. We cooked rice and sardines with a help of twig. At the night, it came rain again. Well, we just spent the night by playin domino. The atmosphere was actually quite horror. Can you imagine, in the middle of nowhere, only 13 dudes accompanied by mosquitoes, no one else, and dark. Plus, we got a freaky moment when someone went through our camp shoning his flashlight to us. What a night. But that was hella fun.

In the morning, it's swimming time! We did swimming competition and somersault contest. The lake was quite clean and it's not too deep. The view was very beautiful. And yes, the lake's color is blue. I dunno where the blue color came from. As we asked the people surrounding this lake, it's made from excavation.

All in all, for those of you who wants to stop by here, it's very recommended to you. At least to simply refresh your mind after being busy and stressful with all these world's things. Well, then. Peace out.

*Out of the blue is an informal English idiom that describes an event that occurs unexpectedly, without any warning and preparation

Friday, April 3, 2015

Episodic Memory of Mr. Nobody


Hari ini adalah tepat 3 tahun lalu hari bersejarah bagi penulis blog ini memenangkan sebuah perlombaan untuk pertama kalinya. Untuk pertama kalinya saya yang awalnya bukan siapa-siapa berdiri di depan ratusan orang dan dewan juri mempresentasikan karya sebuah logo resmi untuk almamater tercinta. Dari (mungkin) puluhan logo yang terkumpul, terpilihlah 5 logo yang masuk babak final. Ternyata logo buatan saya yang terpilih to be the winner.

Tiga tahun telah berlalu, ingatan itu masih melekat kuat di benak. Suasana, baju yang saya pakai waktu itu, muka para dewan juri, euphoria, jam berapa, semuanya masih ingat begitu detil. Mungkin saya tengah merasakan anomali atas kemampuan saya. Saat itu mungkin uang dan selembar piagam penghargaan yang saya dapatkan dari sayembara itu tidaklah seberapa. Namun rasa bangga. Dan saat itu saya yakin kelak di hari esok saya akan merasakan kenikmatan tiada tara dari apa yang telah saya raih. 

Ketika berhenti di lampu merah melihat di samping para generasi siswa baru, terdapat logo itu di kantong bajunya. Ketika melintas pagar sekolah melihat sebuah banner, terdapat logo itu disudutnya. Ketika berjalan di jalan setapak kota melihat segerombolan anak muda, terdapat pin logo itu di tasnya. Momen-momen seperti itulah yang memberikan kenikmatan itu; bangga, senang, dan tenang tatkala melihat logo itu di mana-mana.

Walau hingga saat ini, tak ada dokumentasi foto yang merekam momen bersejarah itu. Tak apa. Semuanya telah terekam kuat di ingatan. Niscaya hingga berpuluh-puluh tahun nanti, ingatan itu pasti masih akan kuat di ingatan. Pasti.

Logo MAN Model Palangka Raya

Monday, March 9, 2015

Global Peace Volunteers Camp 1.24: One Family Under God

Global Peace Volunteers Camp 1.24
Cipanas, Bogor
6-8 Maret 2015

Delegasi GPV Camp 1.24
Global Peace Volunteers (GPV) Camp adalah salah satu kegiatan yang dinaungi Global Peace Foundation (GPF). GPF adalah sebuah organisasi yang memiliki cabangnya di puluhan negara termasuk Indonesia. Mempunyai visi "One Family Under God", GPF mencoba untuk mempromosikan nilai-nilai perdamaian bahwa semua manusia adalah satu keluarga yang berketuhanan tanpa memandang agama, ras, dan budaya dengan membangun kemitraan lintas agama, penguatan kekeluargaan, dan budaya kesukarelawanan.

GPV Camp sendiri adalah sebuah pelatihan kepemimpinan pemuda yang sebagai sarana untuk mewujudkan visi dan misi GPF. GPV Camp 1.24 diadakan di Villa Coolibah, Puncak, Cipanas, Bogor oleh GPYC Chapter Bandung. Yang artinya ini adalah seri camp ke-24 yang diadakan GPF Indonesia. Btw, Puncak dingin banget guys, sumpah dingin.

Dengan rute penerbangan Palangka Raya-Jakarta, lanjut naik bus Jakarta-Bogor, lanjut lagi naik mobil colt Bogor-Cipanas. Perjalanan yang sangat-sangat panjang dan melelahkan. Pergi bareng Rusdi (Universitas Palangka Raya), teman seperjuangan waktu IYF 2014 dulu, dan bakalan meet up juga sama Lis (Universitas Padjadjaran) di GPV Camp 1.24.

Perkenalan peserta
Hari pertama, seperti biasa diawali dengan perkenalan antar peserta dan pembagian grup, total peserta ada 18 orang, ada yang dari Palangka Raya, Palembang, Yogjakarta, Solo, Bogor, Bangka Belitung, Jakarta, dan Bandung. Lanjut pembagian kelompok, aku satu kelompok sama Nina (Universitas Bangka Belitung), Fauzi (UIN Sunan Gunung Djati), dan mba Novi (Interstudy Jakarta). Btw, salut buat grup macan yang dipimpin Ade dari Universitas Muhammadiyah Yogjakarta, gokil haha. Setelah itu lanjut sesi personality plus, mencari tahu tipe kepribadian masing-masing, ternyata saya adalah seorang koleris. Malamnya sesi Learning from Disneyland.

Hari kedua dimulai dengan creativity sport game, setiap grup diharuskan untuk membuat gerakan senam sendiri yang unik berdasarkan lagu yang telah ditetapkan panitia. Setelah itu lanjut materi dari Mrs. Poon Yor Ching dengan lima sesi; realizing one family under God, Ryan's well video, living for others, true love, dan 4 core values (teamwork, take ownership, big dream, dan living for the greater good). Yah lumayan lah bisa nanya ke Mrs. Ching 2 kali.

Salah satu sesi yang paling menarik adalah sesi Ryan's well video, seorang bocah 7 tahun asal Amerika yang membantu anak-anak di Afrika untuk bisa minum air bersih. Sangat menginspirasi. Malam harinya sesi penampilan drama dan heart to heart. Sesi HtH kebetulan dapat sama bang Naskar Hans (Direktur Program GPV Camp), what a great story bro hehe.

Hari ketiga diawali dengan unity ball. Lalu lanjut dengan service in action, para peserta turun ke lapangan mengaplikasikan core values yang telah dipelajari. Grup saya melakukan aksi bersih-bersih dan ngambil sampah sekitar villa. Terus kami juga wawancara sama ibu tukang masak selama kami camp ini, dari cerita beliau sangatlah menginspirasi. Setelah itu presentasi action plan berdua sama Rusdi, bikin seminar tentang sampah plastik.

GPV Camp 1.24 sudah usai, tapi cerita belum berakhir. Jadi ceritanya saya waktu itu harus ngerepotin Hendri dari Univertsitas Negeri Jakarta buat ngejadiin dia sebagai guide saya buat pergi ke Jakarta ke office maskapai pesawat pulang saya karena suatu hal harus ganti jadwal dan bayar ulang tiketnya disana, alhasil saya pun nginap sehari di kostnya dia, thanks bro.

Foto bersama Mrs. Poon Yor Ching

Friday, February 6, 2015

World Interfaith Harmony Week 2015: Love of the Good and Love of the Neighbour

4th International Seminar on Interfaith Harmony & Tolerance
in conjunction with World Interfaith Harmony Week 2015
International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur
3-5 Februari 2015

Indonesian delegates
Ini adalah pertama kalinya saya ke dan ikut kegiatan di luar negeri. Berangkat dengan rute penerbangan Palangka Raya-Jakarta-Kuala Lumpur bersama dengan dua senior saya, bang Artha (Universitas Muhammadiyah Palangka Raya) dan bang Yitno (Universitas Lambung Mangkurat).

Singkat cerita sesampainya di KLIA 2, setelah tukar uang kami langsung pesan taksi untuk ke jalan gombak letak International Islamic University Malaysia (IIUM). Namun lucunya kami cukup lama berdebat dengan mba kasirnya karena dia ngasih taunya hanya ada Universiti Islam Antarbangsa Malaysia di jalan tersebut, ternyata itu adalah translasi ke bahasa Melayunya (international=antarbangsa) hehe.

Setibanya di IIUM kami disambut oleh salah satu panitianya, Mohiuddin Mahi. Berbincang-bincang dan foto-foto sedikit, langsung diantar ke asrama kampusnya, ya walaupun mereka mahasiswa sono nyebutnya hostel sih. Istirahat sebentar setelah perjalanan panjang dengan fasilitas asramanya yang sangat-sangat bagus. Setelah itu makan di kantin kampusnya, nyobain makanan khas situ. Terus habis makan nyari ATM, nanya-nanya orang akhirnya kesasar. Hari pertama belum ada ketemu sama delegasi lain.

Hari kedua, paginya baru ketemu sama delegasi Indonesia lain ada yang dari Banten, Jakarta, dan Aceh, total semuanya berjumlah 13 orang. Setelah perkenalan singkat langsung ke hall tempat kegiatannya, masuk dapat id card, goody bag, pulpen, dan booklet yang keren abis.

Suasana harmony round table discussion
4th International Seminar on Interfaith Harmony & Tolerance in conjunction with World Interfaith Harmony Week 2015, kegiatan itulah yang kami hadiri. Telah empat kali diadakan sejak 2012, diadakan oleh IIUM Global Forum dan Ma'din Academy India bertepatan dengan World Interfaith Harmony Week 2015 yang diinisiasi PBB. Edisi tahun ini mengusung tema "Love of the Good, and Love of the Neighbour", cintai kebaikan dan cintai sesama.

Kegiatan dimulai dengan sambutan-sambutan dan acara pembukaan oleh beberapa tokoh. Setelah itu lanjut harmony round table discussion dengan tiga sesi seputar materi harmoni lintas agama. Salah satu yang paling menarik adalah ketika salah satu delegasi Indonesia yang seorang muallaf, Syafii Pasaribu dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertanya mengenai apa yang harus dia lakukan terhadap keluarganya yang berbeda agama dengannya.

Sorenya di waktu break, nyempetin lagi nyari ATM dan souvenir bareng teman-teman. Sempat kikuk waktu nyoba naik bus, bingung sistem pembayarannya gimana, akhirnya mutusin naik taksi deh. Dan pencarian sore itu tetap nihil.

Malam harinya adalah gala dinner dan closing ceremony di Hotel Mandarin dekat Menara Petronas. Habis acara, saya, bang Artha, bang Yitno dan Mizan dari Universitas Muhammadiyah Aceh pergi foto-foto ke menara kembar. Sempat membuat kakak Ratu Syaila dari IAIN Banten selaku ketua delegasi marah karena pergi keluar kelamaan dan membuat teman-teman lain menunggu hehe.

Foto bersama Mr. Brian J. Adams dari Griffith University, Australia
Kemudian di hari terakhir yakni hari ketiga adalah harmony visit. Kunjungan ke beberapa rumah ibadah dan objek wisata di KL dan Putrajaya seperti Jembatan Seri Gemilang dan Masjid Putra. Harus diakui tata kota disini sangat bagus dan rapi. Kegiatan ditutup dengan lunch bersama di restoran Atmosphere 360 di KL Tower, makan sambil ngeliat pemandangan kota Kuala Lumpur dengan view 360 derajat, keren. Manfaatin waktu buat berbincang sama tokoh-tokoh dan delegasi dari negara lain, tukeran kartu nama.

Pada malamnya, nyempetin waktu buat lagi-lagi beli souvenir ke pasar cina, kali ini naik kereta monorail. Dan sangat ngejar waktu karena monorailnya bakalan tutup jam 9, akhirnya sambil lari-lari dan tergesa-gesalah kami beli oleh-oleh, untungnya dapet. Esok harinya, kami yang dari Kalimantan harus pulang duluan di waktu fajar dan gak sempat pamitan sama teman-teman dari Indonesia lain.

Well, ikutan event di luar negeri ataupun mungkin hanya sebatas backpackeran adalah sebuah keharusan bagi seorang mahasiswa. Dan ini tuh kayak zat adiktif, setelah pertama kali kita ikutan kegiatan di luar negeri, after that kita akan seperti ketagihan untuk terus mencari-cari event di luar negeri buat diikutin lagi. Selain memang kita akan dapat segudang pengalaman yang sangat berharga, bapak Rhenald Kasali pernah berkata, "Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka." So tunggu apa lagi....

Harmony tour

Monday, November 24, 2014

Interfaith Youth Forum 2014: Huma Betang, Unity in Diversity

Interfaith Youth Forum 2014
Palangka Raya
19-22 November 2014

Delegasi IYF 2014 di depan Huma Betang
Kegiatan ini diadakan oleh Youth Interfaith Community (YIC), sebuah komunitas yang dibentuk oleh alumni program pertukaran pelajar di Amerika Serikat bernama Study of the U.S. Institute (SUSI) on Religious Pluralism di Temple University, Philadelpia, USA selama lima minggu. Dan salah satu projek dari YIC adalah kegiatan Interfaith Youth Forum.

Interfaith Youth Forum (IYF) telah dilaksanakan pada tahun 2012 di Palembang dan 2013 di Bali. Sedangkan tahun 2014 tuan rumahnya adalah Palangka Raya, kota saya sendiri. Adapun maksud dari kegiatan ini adalah dengan mendatangkan puluhan pemuda-pemudi seluruh Indonesia berkumpul dalam satu forum untuk saling bertukar pengalaman, ide, dan gagasan mengenai isu-isu lintas agama.

Peserta Interfaith Youth Forum 2014 berjumlah 26 orang termasuk saya, peserta yang terseleksi dari berbagai macam latar belakang agama, ras, dan budaya. IYF 2014 mengusung tema "Huma Betang: Merajut Ikatan Kebersamaan dalam Keberagaman".  

Huma Betang sendiri adalah sebuah falsafah suku Dayak, huma (rumah) dan betang (panjang), yang juga adalah rumah tradisional suku Dayak yang memiliki bangun memanjang yang di dalamnya dihuni oleh banyak keluarga namun masih hidup damai merajut ikatan kebersamaan dalam keberagaman. Dan ini tidak hanya sekedar falsafah, Huma Betang telah mendarah daging turun ke kehidupan bermasyarakat di sini, terbukti dengan banyaknya rumah ibadah seperti masjid dan gereja yang saling bersebelahan namun umatnya tetap bisa hidup harmonis.

Btw, kebetulan IYF 2014 adalah kegiatan nasional pertama yang saya ikuti. Dan IYF telah saya targetkan untuk ikut serta sejak setahun sebelumnya. Dan nasib baik tuan rumahnya adalah kota sendiri, jadi tak perlu ngeluarin biaya buat ongkos pesawat hehe. Oh iya, dan akhirnya bisa ketemu langsung sama bang Pandu, Agus, dan Obin, setelah selama ini cuma bisa kenal via facebook doang.

IYF 2014 dilaksanakan di LPMP Provinsi Kalimantan Tengah. Saya satu kamar dengan Fransiskus Amos, seorang Kristian berasal dari Universitas Tanjungpura Pontianak.

Seminar publik di Aula IAIN Palangka Raya
Hari pertama diawali dengan perkenalan antar peserta; ada yang dari Yogjakarta, Surabaya, Salatiga, Semarang, Jakarta, Bogor, Malang, Banten, Makassar, Palangka Raya, dan Pontianak, setelah itu dilanjutkan dengan welcoming dinner.

Hari kedua dibuka dengan acara pembukaan dan seminar publik di Aula IAIN Palangka Raya dengan pembicaranya yakni Dr. Marko Mahin (dosen dan antropolog), Shintya Rahmi Utami (Direktur Eksekutif Global Peace Foundation Indonesia), dan Phillip Klotz (Carlo Schmid Fellow UNESCO).

Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan pemahaman toleransi dalam perspektif setiap agama; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Pada malamnya dilanjutkan dengan pengenalan fishbowl dialog dan decalogue dialog serta langkah-langkah membuat action plan. Sebuah teknik dialog antar agama yang disusun dua lingkaran, lingakaran dalam melakukan dialog, dan lingkaran luar mendengarkan. Sedangkan decalogue dialog adalah formula berdialog yang dibuat oleh Prof. Leonard Swidler dari Dialogue Institute dengan 10 peraturannya.

Oh iya, di sela-sela sesi dan coffee break, kami selalu dihibur oleh tarian unik bernama waga-waga yang dipimpin oleh kak Maya Rumpe dari Universitas Lambung Mangkurat. Penuh tawa.

Fishbowl dialogue
Hari ketiga diawali dengan sesi How to be a leader? dengan pemateri Rebecca Mays, Direktur Eksekutif Dialogue Institute via Skype. Kemudian berlanjut dengan aplikasi fishbowl dialog dan decalogue dialog. Dan saat itu sesi saya membahas tentang penghapusan kolom agama di KTP. Malam harinya, penampilan drama dan sesi Heart to Heart. Di sesi HtH ini diharapkan kita saling mempercayai satu sama lain dan bisa mengambil pelajaran dari kisah orang lain

Hari keempat dibuka dengan main unity ball. Lanjut dengan tur ke rumah-rumah ibadah, yakni  GKE Immanuel, Masjid Nurul Iman, Balai Basara, Pura Pitamaha, Katedral Santa Maria, Vihara Avalokitesvara, dan Bukit Karmel. Pengalaman yang baru bisa masuk ke rumah peribadahan agama lain dan bisa berdialog bersama dengan pemuka agamanya. Serta tur ke objek wisata Palangka Raya, yakni tempat penangkaran orang utan Nyaru Menteng, Monumen Soekarno, dan Jembatan Kahayan. Dan tur ditutup dengan service project ke panti asuhan Al-Mim.

Malamnya adalah presentasi action plan, yang mana diharapkan setelah kegiatan ini para peserta bisa mengaplikasikannya di regional masing-masing. IYF 2014 pun ditutup dengan pembagian sertifikat dan pengumuman peserta terbaik, cowonya si Indra dari Universitas Tanjungpura, cewenya Sisi dari STAKN Palangka Raya.

Pluralisme dan toleransi beragama tidak semata menunjukkan pada kenyataan tentang kemajemukkan. Namun, yang dimaksud disini adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukkan tersebut. Dan ketika ada tindakan tidak arif dari seseorang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan agama, sebenarnya itu bukan ajaran agamanya melainkan kesalahpahaman mengartikan ajaran agamanya. Peace.

Delegasi IYF 2014 di Pura Pitamaha